BONAI DARUSSALAM(pekanbarupos)-Sejumlah desa di Kecamatan Bonai Darussalam akhir-akhir ini menjadi topik hangat dibicarakan di kalangan masyarakat pecinta demokrasi.
Hal ini tidak terlepas dari salah satu Paslon yang mengajukan sengketa Pilkada Kabupaten Rokan Hulu 2024 ke Mahkamah Konstitusi.
Sejumlah awak media mencoba menelusuri desa-desa di pedalaman Kecamatan Bonai Darussalam yang kabarnya minim partisipasi pemilih pada pemungutan suara 27 November 2024 lalu.
Dari sejumlah dokumentasi yang diperlihatkan ke awak media, seperti di Desa Pauh, Kadang Mungkal, dan Desa Teluk Sono. Bisa dikatakan, seluruh masyarakat mendapatkan undangan untuk memilih di TPS.
Jika dikaitkan dengan banjir yang melanda daerah ini. 9 kecamatan (Rokan IV Koto, Pendalian IV Koto, sebagian wilayah Ujung Batu, Tandun, Kabun, Kunto Darussalam, Pagaran Tapah Darussalam, Rambah, dan Rambah Samo) di wilayah Kabupaten Rokan Hulu pada waktu pemungutan suara juga mengalami kondisi yang sama.
Malahan, guna mengatasi persoalan itu, KPU Kabupaten Rokan Hulu merelokasi TPS terdampak banjir ke titik yang aman dan lebih tinggi.
“Meski banjir mengganggu akses jalan ke beberapa TPS, partisipasi pemilih tetap tinggi. Masyarakat tetap bersemangat untuk datang dan menyalurkan hak suaranya meski harus melewati jalan yang terendam,” kata Ketua KPU Rohul Cepi Abdul Husen.
Cuaca yang berpotensi hujan juga menjadi perhatian, namun KPU tetap optimis proses pemungutan suara dapat berjalan dengan lancar berkat kerja keras petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPS).
Menurut data yang dihimpun dari laman resmi KPUD Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hulu tercatat sebagai daerah dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi kedua di Provinsi Riau, dengan persentase mencapai 69,23%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan pelaksanaan Pilkada tahun-tahun sebelumnya.
Tingginya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya di Pilkada Rohul 2024 menjadi prestasi tersendiri bagi lembaga penyelenggara pemilu, yakni KPUD Rokan Hulu.
Mengutip tulisan di media sosial pribadi Muhammad Iqbal selaku Peneliti Pada Starpoll Lembaga Konsultan Politik Indonesia Wilayah Riau menerangkan, mengapa Partisipasi Politik Rendah?
Kira-kira inilah pertanyaan yang di ungkapkan banyak peserta pilkada yang mengikuti kontestasi politik di 2024 ini. Rata-rata partisipasi Politik warga di banyak daerah di Indonesia di kisaran +/- 55 %.
Angka yang sangat jauh dari harapan publik. Angka itu juga menjadi celah bagi pihak-pihak yang kalah untuk menggugat KPU karena menganggap KPU tidak bekerja secara maksimal dalam mensosialisasikan agenda politik Nasional ini.
Bagi politisi yang menang angka itu tidak menjadi soal karena menang dengan partisipasi berapa pun, itu tetaplah di hitung sebagai sebuah kemanangan. Namun tahu kah kita mengapa partisipasi politik masyarakat kita di Pilkada ini rendah?
Jawabannya adalah : peserta politik yang ikut dan terlibat dalam Pilkada tahun 2024 ini sedikit, jumlahnya tidak sebanyak peserta yang ikut dalam pileg.
Jadi, semakin banyak peserta yang terlibat semakin banyak alat peraga kampanye yang tersebar, semakin banyak kain sarung, semakin banyak baju kaos, semakin banyak kain panjang, dan mungkin semakin banyak uang yang beredar. Akibatnya, di musim pileg orang berduyun-duyun datang ke TPS untuk mendukung calon yang di dukungnya.
Bandingkan dengan Pilkada tahun 2024 ini. Jumlah pasangan calon yang terlibat maksimal hanya 5. Itupun tidak semua pasangan calon yang membagikan atribut kampanye. Akibtnya, ada banyak masyarakat yang enggan untuk datang ke TPS, sambil bergumam “untuk apa kami datang ke TPS, karena siapapun yang terpilih, hidup kami tetap begini-begini aja”.
Untuk pasangan calon yang menggugat ke MK karena alasan partisipasi politik masyarakat rendah. Tolong jangan salahkan KPU secara sepihak, karena jangan-jangan anda juga bahagian yang tidak mendistribusikan atribut kampanye ke masyarakat sehingga masyarakat tidak punya ikatan yang kuat dan tidak tahu siapa yang akan mereka pilih di bilik suara.(sal)