PEKANBARU- Pemerintah melalui Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah memperpanjang masa pengelolaan tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) menjadi paling lama 35 tahun dari sebelumnya hanya 25 tahun.
Usai 35 tahun pengelolaan, pemilik lahan HGU bahkan dapat memperpanjang jangka waktu pengelolaan paling lama 25 tahun dan dapat juga diperbarui paling lama 35 tahun.
Sehingga total jangka waktu pengelola HGU bisa mencapai paling lama 95 tahun, lantas apa saja kewajiban, larangan dan hak pemegang HGU?
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah Pasal 27 menyebutkan bahwa pemegang HGU berkewajiban untuk:
Pertama melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan.
Kedua, mengusahakan tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis.
Ketiga membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada dalam lingkungan areal hak guna usaha Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang Tanah yang terkurung.
Keempat mengelola, memelihara, dan menguasai serta mempertahankan fungsi kawasan konservasi bernilai tinggi (high conservation value), dalam hal areal konservasi berada pada areal hak guna usaha.
Kelima Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.
Keenam mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20 persen dari luas tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal pemegang hak merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan penggunaannya untuk perkebunan.
Ketujuh, menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan hak guna usaha.
Delapan melepaskan hak atas tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Sembilan menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada negara atau pemegang Hak Pengelolaan, setelah Hak Guna Usaha hapus.
Selanjutnya pemegang hak guna usaha dilarang untuk menyerahkan pemanfaatan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan.
Mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air.
Membuka dan atau mengolah lahan dengan cara membakar. Merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup, dan menelantarkan tanahnya.
Mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal Hak Guna Usaha terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.
Hak-hak pemegang HGU
Pemegang HGU sebagaimana diatur undang-undang juga memiliki hak antara lain, menggunakan dan memanfaatkan tanah yang diberikan sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya.
Memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha sepanjang untuk mendukung penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan/atau;
Melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah merupakan aturan turunan dari ketentuan Pasal 142 dan Pasal 182 huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan ini sejatinya telah resmi berlaku sejak ditetapkan pada 2 Februari 2020 dan diteken oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta.
Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau Umar Fathoni menjelaskan, HGU merupakan salah satu hak atas tanah. Pemegangnya memiliki hak dalam jangka waktu paling lama 35 tahun sesuai aturan terbaru yang diterbitkan tahun 2021.
“HGU ini bersifat sementara, izin maksimal yang diberikan 35 tahun,” terang Fathoni.
Fathoni menjelaskan, ada beberapa syarat untuk mendapatkan HGU. Antara lain pemohon harus mengisi dan menandatangani formulir permohonan di atas materai. Selanjutnya, menyertakan surat kuasa apabila dikuasakan dan pemohon harus melampirkan fotokopi identitas seperti KTP, KK pemohon dan kuasa pada syarat ketiga.
Kemudian, melampirkan bukti perolehan tanah atau alas hak. Kemudian, pemohon harus membuat proposal rencana pengembangan dan pemanfaatan tanah.
Syarat bagi badan hukum, menyertakan fotokopi tanda daftar perusahaan, lalu akta pendirian, pengesahan badan hukum serta bukti pengumuman dalam lembaga negara sesuai aslinya.
Pemohon menyertakan izin lokasi, bisa juga izin penunjukan penggunaan tanah. Lalu menyertakan bukti perolehan tanah/alas hak dari pemilik/penggarap tanah atau pemegang aset tanah/SK pelepasan kawasan hutan. Berikutnya, menyertakan proposal rencana pengusahaan tanah, dalam jangka panjang atau pendek.
“Syarat lainnya menyertakan izin usaha yang diberikan instansi teknis dan melampirkan fotokopi SPPT PBB tahun berjalan, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan saat pendaftaran hak,” sebut Fathoni.
Dalam aturan yang berlaku, kata Fathoni, pemegang HGU memiliki hak yakni usaha untuk perkebunan, pertanian, peternakan serta perikanan. Artinya saat beroperasi harus sesuai pengajuan yang diberikan.
“Hak pemegang HGU sudah diatur undang-undang yakni melaksanakan usaha perkebunan, pertanian, peternakan selanjutnya perikanan,” terang Fathoni.
Jika terdapat dua hak atau lebih dalam satu lahan, maka penyelesaiannya ialah melihat siapa pemegang izin pertama. Lain halnya jika hak yang ditetapkan tidak dilaksanakan, maka pemerintah akan mengambil kembali tanah tersebut.
“HGU dikatakan aktif jika dikelola pemegang hak. Maka jika satu lahan ada dua pemegang hak, yang pertama mendapat HGU yang berhak. Namun, jika lahan tidak dikelola, tentunya akan diambil kembali oleh pemerintah,” sebut Fathoni.
Pemegang HGU wajib mengikuti dan melaksanakan hal dan kewajiban sesuai aturan yang berlaku. Sebagai pemegang HGU, kata Fathoni, ada beberapa hak dan kewajiban yang harus ditaati dan wajib dilaksanakan.
Pertama, membayar penggunaan HGU ke negara, kedua melaksanakan salah satu dari empat usaha seperti perkebunan, peternakan, pertanian serta perikanan. Selanjutnya, diwajibkan membangun, melakukan pemeliharaan prasarana fasilitas tanah, menjaga kesuburan, mencegah kerusakan sumber daya alam, menjaga kelestarian.
Lalu, setiap tahun menyampaikan laporan tertulis penggunaan hak setiap akhir tahun. Jika hak sudah habis, meyerahkan kembali tanah kepada negara bersama sertifikat.
“HGU ini dilarang diberikan kepada orang lain, kecuali untuk kepentingan publik. Sesuai yang tertera dalam undang-undang,” jelas Fathoni.
Sesuai peraturan terbaru, HGU yang telah berakhir dapat kembali diperpanjang paling lama 25 tahun, dengan masa maksimal melakukan pembaharuan 35 tahun lagi.
Setelah HGU berakhir, izin dapat diperbaharui berupa penambahan waktu, berlaku bagi pemegang hak, dengan syarat jika memenuhi beberapa syarat.
Adapun syarat yang harus dipenuhi, seperti kondisi tanah masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai tujuan pemberian hak. Kemudian, memenuhi syarat-syarat dari pemberi hak, lalu memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Selanjutnya, tanahnya masih sesuai rencana tata ruang dan tidak dipergunakan untuk kepentingan umum.
“Pengajuan perpanjangan HGU dilakukan sebelum jangka waktu berakhir. Sedangkan untuk permohonan pembaharuan maksimal dua tahun setelah berakhirnya jangka waktu HGU, ” ujar Fathoni.
Perpanjangan ini diberikan dengan syarat tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya, jika waktu pembaharuan telah habis.
Sesuai aturan terbaru, Pasal 80 ayat 1, 3 dan 4, Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala Pertahanan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak dan Pengelolaan Hak Atas Tanah dan Permen ATR/Kepala BPN18/2021, mengatur dimungkinkannya pemberian kembali HGU oleh Menteri ATR kepada pemegang HGU.
“Pemegang hak yang telah habis masa pembaharuan dapat kembali mengajukan HGU, jika masa waktu telah berakhir,” ungkap Fathoni.
Dalam amanat Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Gak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah Pasal 71 yang berbunyi:
(1) Setelah jangka waktu Hak Guna Usaha dan/atau perpanjangannya berakhir, Pemerintah memberikan Pembaruan Hak Guna Usaha di atas bidang tanah yang sama kepada pemegang Hak Guna Usaha.
(2) Permohonan Pembaruan Hak Guna Usaha dapat diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha atau perpanjangannya berakhir.
Fathoni menjelaskan, syarat yang harus dipenuhi jika ingin melakukan perpanjangan HGU adalah mengisi kembali permohonan dan membubuhkan tandatangan menggunakan materai.
Lalu menyertakan jika dikuasakan, melampirkan fotokopi KTP dan KK pemohon serta kuasa jika dikuasakan, sesuai aslinya. Menyertakan akta pendirian dan pengesahan badan hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya, bagi badan hukum sertifikat asli.
Selanjutnya, fotokopi KTP dan para pihak penjual-pembeli dan/atau kuasanya. Izin pemindahan hak apabila di dalam sertifikat atau keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang.
“Terakhir menyertakan fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya. Kemudian bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan saat pendaftaran hak,” lanjut Fathoni.
Jika jangka waktu HGU telah habis, lahan akan diambil kembali oleh negara dan tidak bisa dikelola perusahaan pemegang HGU sebelumnya.
“Pasal 80 ayat 1,3 dan 4 tahun 2021 dan Permen ATR/Kepala BPN18/2021, pemegang HGU boleh mengurus perpanjangan sepanjang memenuhi syarat,” terang Fathoni.
Kemudian, jika masa perpanjangan HGU tidak dilakukan perubahan, otomatis tanah diambil kembali negara.
“Dalam hal ini tanah yang tidak lagi diperpanjang HGU nya, diambil negara,” terang Fathoni.
Jika ada warga mengklaim lahan yang HGUnya telah habis, hal ini tidak bisa dilakukan karena status kepemilikan tanah bukan perseorangan melainkan milik pemerintah.
“Jika ada lahan HGU diklaim masyarakat, pemerintah akan mengambil kembali, sebab tanah ini status kepemilikan ada di pemerintah,” ujar Fathoni.
Baru 140 Perusahaan Punya HGU
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, ada 224 perusahaan yang beroperasi di Riau yang memiliki izin perkebunan dan budidaya. Dari jumlah itu, baru 140 di antaranya yang memiliki HGU.
“Data sementara, 84 perusahaan belum memiliki sertifikat HGU,” jelas Syamsuar.
Penyelesaian HGU ini, ungkap gubernur, merupakan kewenangan pemerintah pusat yakni Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN). Termasuk perhitungan pajak perkebunan juga kewenangan pusat.
“Kewenangan penyelesaian HGU ini berbeda-beda. Karena selain ada perusahaan yang belum memiliki HGU, ada juga perusahaan memiliki HGU yang berkonflik dengan masyarakat. Termasuk HGU perpanjangan, karena di situ kita harapkan ada Plasma masyarakat 20 persen. Itu yang sedang kita perjuangkan,” ujarnya.
Dari hasil koordinasi Pemprov dengan Pemda kabupaten/kota, mereka ingin dilakukan pengukuran ulang untuk mengetahui izin HGU yang beroperasi di wilayahnya.
“Kami juga sudah pernah menyampaikan hal ini ke Kakanwil BPN Riau dan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Riau. Karena kami menginginkan adanya peningkatan pajak pusat dan daerah. Namun itu belum terwujud,” ungkap gubernur.
Bentuk Satgas
Kapolda Riau Irjen Mohammad Iqbal mengatakan, pihaknya memiliki langkah strategis terkait penyelesaian konflik sengketa lahan, dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah bersama Forkopimda dan BPN Provinsi Riau.
Iqbal menyampaikan, Satgas yang dibentuk sesuai Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau No.30-1/SK-14.MP.01.02/V/2022 tertanggal 10 Mei 2022.
“Kami juga berkolaborasi bersama para stakeholder terkait dalam upaya pemberantasan mafia tanah di Provinsi Riau serta kendala-kendala yang dihadapi,” ujar Iqbal.
Di samping itu, pihaknya turut mendorong Pemprov Riau, BPN Riau, DPRD Riau stakeholder terkait membentuk tim terpadu untuk melakukan penyelesaian konflik yang terjadi. Dengan melibatkan peran serta dari pemangku adat setempat dan tokoh agama tetap memperhatikan kearifan lokal.
“Penanganan konflik lahan ini bagian dari program prioritas saya menjadi Kapolda pada poin tujuh. Karena itu, kami berperan memfasilitasi proses mediasi permasalahan lahan antara masyarakat dan perusahaan guna mencari solusi penyelesaian persoalan antara kedua belah pihak,” ungkap Iqbal.
Untuk mewujudkannya, lanjut Iqbal, ia telah mengarahkan jajarannya terus bersinergi mencari informasi terkait status, legalitas dan asal usul lahan yang bersengketa antara perusahaan dengan perusahaan, perusahaan dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat.
“Dalam kurun waktu 10 bulan terakhir, kami telah membantu menyelesaikan lebih kurang 20 konflik yang terjadi di Riau,” beber Iqbal.
Calling Down Dulu
Permasalahan HGU di Riau ini, turut menjadi perhatian Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Dr Supardi SH MH. Menurut data, 84 perusahaan perkebunan yang ia dapatkan beroperasi di Riau tidak memiliki HGU. Ternyata jumlahnya lebih dari itu. Karena juga ada kepemilikan lahan perorangan.
“Jumlahnya lebih dari itu, karena ternyata ada sejumlah perusahaan yang dalam operasinya melebihi HGU yang diberikan,” ungkap Kajati.
Lebih jauh sebut Kajati, kepemilikan lahan perorangan tersebut bahkan mencapai luas 1.000 hektar.
“Jumlahnya lebih dari 84, saya juga pegang datanya. Ribuan, ada perorangan juga, bahkan satu orang ada yang sampai 500 hektare hingga 1.000 hektare,” kata Supardi.
Dia mengaku kaget mengetahui adanya ratusan hektare lahan di Riau dikuasai perusahaan tanpa HGU dan perorangan tanpa izin.
Untuk penyelesaiannya, Supardi mengatakan, pihaknya belum bisa menempuh jalur pidana. Karena sudah ada Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya Pasal 110 huruf A dan B, yang mendesak perusahaan menyelesaikan izin selama beroperasi.
“Kalau dipidana sampai kapan, sampai anak saya bahkan cucu saya jadi jaksa lagi, ini tidak akan kelar,” jelas Supardi.
Sedangkan untuk penyelesaian, sebut Supardi, pemerintah memberikan waktu hingga November tahun depan agar perusahaan ataupun perorangan yang menguasai lahan ilegal menyelesaikan administrasi. Begitu juga dengan pajak tahunan selama perusahaan beroperasi.
“Sesuai perintah dari Kejaksaan Agung, calling down dulu, mainkan administrasi, penalti,” terang Supardi.
Namun, jika pada November 2023 mendatang perusahaan tidak menyelesaikan sanksi administratif, Kejati Riau akan menempuh jalur hukum. Menempuh jalur pidana diakui Supardi tidak akan mudah.
Menurutnya, hal yang membuat penyelesaian ini tidak mudah, selain tenaga, pengusutan perusahaan tanpa HGU juga membutuhkan biaya sangat tinggi. Sesuai pengalamannya mengusut PT Duta Palma di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) saat menjabat Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung.
Supardi ketika baru menjabat Kepala Kejati Riau sudah berkomunikasi dengan ahli UGM terkait perusahaan-perusahaan tanpa HGU di Riau. Ahli ini pernah dipakainya sewaktu mengusut PT Duta Palma.
“Bayarnya mahal, budgetnya tidak cukup, makanya tunggu sampai November tahun depan,” ujar Supardi.
Supardi menyatakan, puluhan perusahaan tanpa HGU dan banyaknya perorangan menguasai ribuan hektare lahan di Riau secara ilegal tidak hanya merugikan keuangan negara.
“Ini sudah mengganggu perekonomian negara,” tegas Supardi.
Sebagai informasi, puluhan perusahaan tanpa HGU di Riau sudah memetik hasil perkebunan yang didirikannya secara ilegal. Tanpa izin, perusahaan ini tidak membayar pajak meskipun sudah beroperasi puluhan tahun di Riau.(Infotorial)