Selasa , 11 Februari 2025

Selesaikan Konflik Perusahaan dan Masyarakat, Kejati Riau : Harus Ada Tim Penertiban di Sekitar Perusahaan

PEKANBARU – Pemerintah pusat bentuk Tim Terpadu terkait permasalahan antara perusahaan dan masyarakat di Riau. Pembentukan tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap langkah Gubernur Riau yang saat ini terus gencar menuntaskan konflik yajg sudah lama terjadi.

Pembentukan Tim Terpadu tersebut juga mendapa sambutan baik oleh pihak Kajati Riau, sesuai yang disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Akmal Abbas, S.H., M.H yang sebelumnya turut menghadiri kegiatan Rapat Koordinasi Permasalahan Konflik Lahan dan Sosialisasi Kebijakan Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat di Provinsi Riau. Digedung Daerah Riau Pekanbaru bersama Gubernur Riau.

Katanya, pembentukan Tim Terpadu cukup baik menyikapi persoalan konflik antara masyarakat dan pihak perusahaan, dimana pemerintah dapat mensosialisasikan peraturan-peraturan yang ada, sehingga konflik lahan perusahaan dengan masyarakat bisa terhindar dan diselesaikan.

Menurutnya lagi, sebaiknya pemerintah juga membentuk Tim Terpadu Penertiban di Sektor Perkebunan, agar kedepannya tidak lagi terjadi konflik/permasalahan antara perusahaan dengan masyarakat

“Masih banyak persoalan perkebunan sawit di Riau yang harus segera ditangani. Untuk itu, diharapkan kepada kita semua dapat memberikan win-win solution atas konflik lahan yang ada di Bumi Lancang Kuning, baik dari perusahaan maupun masyarakat,” jelas Akmal Abbas, Kamis (25/1)

Sementara Gubernur Riau Edy Natar Nasution mengatakan bahwa konflik antara perusahaan dengan masyarakat di Riau didasari oleh beberapa hal, diantaranya pertama, terdapat pengakuan lahan oleh masyarakat/kelompok tani/koperasi didalam sebagian areal IUP, HGU, HTI, dan kawasan hutan.

“Kedua, terdapat pengakuan tanah ulayat oleh masyarakat adat di dalam sebagian areal IUP, HGU, HTI, dan kawasan hutan. Ketiga, terdapat konflik masyarakat yang menuntut perusahaan perkebunan merealisasikan kewajiban untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (minimal seluas 20 persen dari total areal yang diusahakan/IUP-nya),” katanya.

Keempat, terdapat banyak perjanjian kemitraan atau kerjasama lainnya antara perusahaan perkebunan atau kehutanan dengan masyarakat yang belum terealisasi. Kelima, terdapat izin lokasi sudah berakhir, namun perusahaan belum mengurus perizinan perusahaan perkebunan lainnya.

Keenam, tuntutan pengembalian lahan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses perpanjangan HGU. Ketujuh, terdapat perusahaan perkebunan dan kebun masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan.

Dijelaskan Gubernur Riau Edy Nasution, Riau merupakan provinsi dengan luas perkebunan sawit terbesar di Indonesia, namun belum sepenuhnya memberikan dampak baik bagi masyarakat sekitar (perusahaan kelapa sawit), dan bahkan tidak sedikit yang memiliki konflik.(dre)

About Linda Agustini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *