PASIRPENGARAIAN (pekanbarupos.co) — Buat apalah kita berletih-lelah membangun suatu daerah tapi warga satu sama lain saling mencibir, begaduh, hingga tak ada lagi saling kunjung silaturahmi sebagaimana tradisi masyarakat kita. Jika berpapasan di jalan tak saling sapa, Diundang menghadiri pesta pernikahan tak datang. Puncaknya saat ada kemalangan pun ngumpet.
Sebagai bupati, H Sukiman sangat menghindari adanya sifat tak terpuji ini. Ia sangat menginginkan warga di Kabupaten Rokan Hulu ini hidup akur. Kalaupun ada sesekali itu biasalah namanya manusia. Yang ditakutkan Pakde Sukiman jika hal-hal seperti ini bisa melebar ke sana-sini.
Menurut pria sahabat semua suku ini, jika pembangunan mau berhasll masyarakat harus hidup harmonis. Kehidupan Masyarakat Yang Harmonis, Aman Dan Tenteram Berlandaskan Adat Dan Budaya Serta Agama Yang Berbeda Dalam pelaksanaan pembangunan, itulah yang dicita-citakan oleh bupati Rohul dua periode ini.
Makanya disamping melakukan pembangunan fisik, H Sukiman juga memerlukan pembangunan non fisik dalam kehidupan masyarakat agar tercipta keharmonisan, keamanan dan ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat.
Meskipun masyarakat Rohul yang terdiri dari banyak etnis, seara umum berlangsung baik, tapi Ia masih merindukan suatu program untuk mendorong terciptanya masyarakat yang menghidupkan tradisi gotong royong, toleransi, saling tolong menolong, dan lainnya.
H Sukiman terketuk hatinya ketika mengetahui ada satu kecamatan yang hidup akur dan damai. Kini sembilan desa yang terdapat di Kecamatan Pematang Jaya Kabupaten Langkat ini dikenal sebagai Kampung Guyub.
Warga desa di kecamatan itu bukannya kaya raya kali. Bangunan rumah biasa saja layaknya orang tinggal di kampung. Di kecamatan yang berlokasi di ujung Sumatera Utara ini (berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang) ini bahkan terdapat 1.000 rumah yang tak layak huni.
Namun warga yang umumnya nelayan dan petani berpenghasilan pas-pasan ini bisa merasakan hidup bahagia, tenteram, guyub saling tolong menolong, toleransi, dan lainnya.
Dan sikap solidaritas sesama warga kampung ini semakin melesat seiring dengan adanya lembaga bersifat sosial yang dikoordinir oleh pihak Kecamatan Pematang Jaya. Gagasan ini lahir dari rasa kerinduan Ansari salah seorang ASN di Kantor kecamatan tersebut.
Batinnya bergejolak bahwa sikap guyub yang ada selama ini perlu ditingkatkan lagi mengingat banyak warga yang masih membutuhkan pertolongan untuk bisa hidup lebih nyaman. Misalnya bedah rumah, kebutuhan dasar anak sekolah, terebih lagi saat tertimpa musibah.
Gagasan ini kemudian disampaikan Ansari kepada Camat. Gayung bersambut, ide ini kemudian dibahas dalam musyawarah antar desa ( MAD) setahun yang lalu.
Yang hadir bukan cuma pihak kecamatan, seluruh kades dan perangkatnya, warga desa yang mampu, para guru di sekolah SD, Pengusaha perkebunan sawit, bahkan Babinsa & babinkamtibmas. Dalam musyawarah itu semua setuju bahwa mereka akan menyisihkan infaq setiap triwulan ( 3 bulan) sekali 100.000 perorang.
Ansari sangat terharu melihat sikap rendah hatinya para dermawan di desa yang ada dikecamatan Pematang Jaya. Pihak Polsek dan Koramil juga turut mendukung kegiatan ini. Dan lebih membuat hati Ansari terharu, warga non muslim yang ASN turut pula memberikan rezekinya dalam kegiatan ini.
“Uang infaq itu kami prioritaskan buat bedah rumah masyarakat yang tidak layak huni, tapi ada juga kegiatan sosial lainnya yang kami lakukan yaitu dengan memberikan bantuan seragam sekolah SD bagi keluarga miskin,” kata Ansari.
Meski baru terbentuk setahun lalu, kini sudah 4 rumah warga yang tak layak huni yang diperbaiki dengan nilai masing-masing Rp 30 juta per rumah. Target rumah yang akan dibedah sebanyak 1.000 rumah sesuai data yang disampaikan masing-masing kades.
Sementara kegiatan bedah rumah 4 unit setiap tahun. Dampak dari adanya kegiatan ini membuat rasa peduli sosial dan toleransi sesama warga semakin tinggi. “Kalau sifat gotong royong (sambatan kata orang sana) kini semakin menguat,” ujar Ansari.
Contohnya saat rumah Bambang Andi Juanda (31) yang musnah terbakar beberapa waktu lalu, kini sudah berdiri lagi pada 23 September atas bantuan zakat dan infaq warga di kampung guyub ini.
Menurut Ansari, dana yang terkumpul seniai Rp 15 juta, sedangkan nilai rumah yang akan dibangun berbiaya Rp 30 juta. Namun Ansari dan warga di sana sepakat agar zakat itu dimukayatkan ke Baznas Langkat. Selanjutnya Baznas Langkat menambah kekurangannya sebesar Rp 15 juta, hingga biaya pembangunan terpenuhi.
Ramai warga bergotong royong saat peletakan batu pertama tersebut. Dalam waktu 24 jam pembangunan selesai dan diserahkan kepada pemiliknya Bambang.
“Semakin menguat sikap solidaritas dan saling tolong menolong warga sekarang ini. Ini membuat suasana desa makin guyub, tenteram, damai, rukun. Adem dan bahagia rasanya batin ini.” ujar Ansari.
Mengetahui hal ini, H Sukiman turut merasakan kebahagiaan warga di kampung guyub ini. Ia yang sudah lama sekali merindukan adanya kerukunan, toleransi dan sikap saling tolong-menolong, makin merindukan menyebarnya ‘Kampung Guyub’ di Rohul.
Karena ini sifatnya sangat positif, H Sukiman merancang jika kelak terpilih sebagai Gubernur Riau akan berupaya mendorong lebih banyak lagi “Kampung Guyub’ ini.
Sebab keberadaan Kampung Guyub ini bukan hanya membentuk karakter warga desa terdidik untuk saling tolong-menolong, tapi juga membuat suasana desa sangat rukun, ayem dan tenteram.(sal)